Pengawas
satuan pendidikan memiliki peran dan fungsi strategis dalam mendorong kemajuan sekolah-sekolah yang
menjadi binaannya. Berbekal pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki, mereka dapat memberikan inspirasi dan mendorong para kepala sekolah, guru serta
tenaga kependidikan lainnya untuk terus mengembangkan profesionalisme dan
meningkatkan kinerja mereka. Bagi kepala sekolah,pengawaslayaknyamitra
tempat berbagi serta konsultantempat meminta
saran dan pendapat dalam pengelolaan sekolah. Sementara itu bagi guru, pengawas
selayaknya menjadi konselor dan konsultan dalam memecahkan problema dan
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pengawas dituntut memiliki kompetensi sosial, khususnya dalam menjalin
mitra dengan para kepala sekolah, guru,
shareholder dan stakeholder
lainnya. Hal ini karena dalam bekerja pengawas
bertemu banyak orang dengan berbagai latar belakang, kondisi, kepentingan serta persoalan yang dihadapi. Mereka juga
harus mampu bermitra baik dengan individu maupun kelompok, selain itu pengawas
juga berperan untuk mengembangkan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak yang
terkait dengan peningkatan mutu sekolah, dan mengembangkan tim kerjasama yang
kokoh di dalam sekolah.
Tulisan ini akan
membahas tentang pengertian, kedudukan dan manfaat bermitra; menumbuhkan
kerjasama di lingkungan sekolah, pemberdayaan sekolah melalui kerjasama,
peranan pengawas dalam penguatan kerjasama eksternal, dan kerjasama untuk
peningkatan mutu pendidikan
A. MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI EFEKTIF
1. Kedudukan dan
Fungsi Komunikasi
Organisasi tidak
akan efektif apabila interaksi diantara orang-orang yang tergabung dalam suatu
organisasi tidak pernah ada komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting
karena merupakan aktivitas tempat pimpinan mencurahkan waktunya untuk menginformasikan
sesuatu dengan cara tertentu kepada seseorang atau kelompok orang. Dengan
Komunikasi, maka fungsi manajerial yang berawal dari fungsi perencanaan,
implementasi dan pengawasan dapat dicapai.Komunikasi
tergantung pada persepsi, dan sebaliknya persepsi juga tergantung pada
komunikasi. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam
memahami informasi mengenai lingkungannya. Baik buruknyaproses komunikasi
tergantung persepsi masing-masing orang yang terlibat di dalamnya.
Ketidaksamaan pengertian antara penerima dan pengirim informsi akan menimbulkan
kegagalan berkomunikasi.
Dalam hal ini Barnard (1968,175-181) mengemukakan tentang faktor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif dalam organisasi sebagai berikut.
Dalam hal ini Barnard (1968,175-181) mengemukakan tentang faktor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif dalam organisasi sebagai berikut.
1. Saluran
komunikasi harus diketahui secara pasti
2. Seyogyanya
harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi
3. Jalur
komunikasi seharusnya langsung dan sependek mungkin
4. Garis
komunikasi formal hendaknya dipergunakan secara normal
5. Orang-orang
yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah orang-orang yang
berkemampuan cakap
6. Garis
komunikasi seharusnya tidak mendapat gangguan sementara organisasi sedang berfungsi
7. Setiap
komunikasi haruslah disahkan.
Dalam memahami
komunikasi menurut perilaku organisasi bahwa komunikasi adalah suatu proses
antar orang atau antar pribadi yang melibatkan suatu usaha untuk mengubah
perilaku. Perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi adalah merupakan unsur
pokok dalam proses komunikasi tersebut (Thoha, 1990,167).
Perkembangan
teknologi komunikasi yang sangat cepat, tidaklah mengurangi arti pentingnya
komunikasi diantara orang yang tergabung dalam organisasi. Komunikasi antara
orang dengan orang tidak selalu tergantung pada
teknologi, akan
tetapi tergantung dari kekuatan dalam diri orang dan dalam lingkungannya.
Komunikasi merupakan suatu proses interaksi antara orang itu sendiri. Proses
yang berjalan dari komunikator yang menyampaikan pesan
(message) melaui
jalur tertentu (medium), kemudian ditangkap oleh penerima (receiver) dan bila
memungkinkan menjadi umpan balik (feedback) kepada komunikator. Gambaran umum
proses komunikasi dijelaskan sebagai berikut.
Gambar
1. Proses Komunikasi
1. Tahap Ideasi
(Ideation), yaitu tahap
proses penciptaan gagasan, pesan
atau informasi. Pada umumnya
ideasi muncul karena ada
rangsangan dari luar atau ada kebutuhan untuk berkomunikasi pada diri peserta.
2. Tahap Penyandian
(Encoding), yaitu proses penyusunan gagasan atau pesan menjadi suatu bentuk
informasi (simbol, lambang, sandi) yang
akan dikirimkan; termasuk pemilihan dan penentuan cara maupun alat(media)untuk
menyampaikannya.
3. Tahap
Pengiriman (Transmitting), merupakan kegiatan
penyampaian pesan atau informasi yang terjadi di antara peserta
komunikasi. Pengiriman pesan ini dapat dilakukan dengan cara berbicara
(verbal/lisan), atau non-verbal dengan
tulisan, gambar, warna atau gerakan (kial); disampaikan secara langsung
atau melalui media tertentu. 4. Tahap Penerimaan (Receiving), yakni proses
penerimaan atau pengumpulan pesan yang terjadi pada para peserta komunikasi.
Penangkapan atau
pengumpulan pesan ini dapat terjadi dengan cara mendengarkan, membaca, mengamati
atau memperhatikan, tergantung pada cara dan alat yang digunakan dalam
berkomunikasi tersebut. 5. Tahap Penafsiran (Decoding), yakni usaha pemberian
arti terhadap informasi/pesan di antara peserta komunikasi. Peserta komunikasi
yang
berkepentingan,
melalui proses berpikir, berusaha menginterpretasikan atau menafsirkan
informasi yang telah terkumpul dalam pikirannya. Pengertian
"berpikir" di sini diartikan secara luas, baik menggunakan pikiran
manusia (komunikasi manusiawi) maupun naluri binatang (komunikasi dengan hewan)
dan sistem memori mekanis yang terdapat dalam mesin atau peralatan otomatis.
6. Tahap Respon
(Pemberian Tanggapan), merupakan tindak lanjut dari penafsiran yang telah
dilakukan, yakni pemberian reaksi terhadap pesan yang telah disampaikan. Jadi
para peserta komunikasi menggunakan arti atau makna suatu pesan sebagai dasar
untuk memberikan reaksi. Apabila respon/reaksi yang diberikan
"sesuai" dengan maksud pengirim
pesan berarti
terjadi komunikasi yang efektif; dan sebaliknya apabila "tidak
sesuai" berarti terjadi mis-communication.
7. Tahap Balikan
(Feedback), berlangsung seiring dengan tahap-tahap komunikasi lainnya, yang
berupa gejala atau fenomena yang dapat dijadikan petunjuk keberhasilan atau
kegagalan suatu proses komunikasi. Jadi
pengertian feedback ini harus dibedakan dengan hasil (respons). Dengan
demikian, komunikasi dapat dipahami sebagai penyampaian pesan, informasi atau
pemikiran ide-ide dari satu orang atau lebih kepada orang lain atau kelompok
orang dengan menggunakan lambang yang sama.
Secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses
pengoperasian isi pesan berupa lambang-lambang dari komunikator ke komunikan.
Sekarang timbul pertanyaan, apa yang dinamakan komunikasi antar pribadi?
Dimensi komunikasi organisasi mencakup pula komunikasi antar pribadi.
Efektivitas komunikasi antarpribadi sangat tergantung pada pribadi penerima
maupun pengirim pesan seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Keterbukaan,
mencakup aspek keinginan untuk terbuka bagi setiap orang yang berinteraksi
dengan orang lain, dan keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimulus
yang datang kepadanya
2. Empati, yaitu
merasakan sebagaimana yang dirasakan oleh orang lain atau mencoba merasakan
dalam cara yang sama dengan perasaan orang lain
3. Dukungan,
adakalanya diucapkan dan tidak diucapkan
4. Kepositifan,
mencakup adanya perhatian yang positif terhadap diri seseorang, suatu perasaan
positif itu dikumunikasikan, dan mengefektifkan kerjasama
5. Kesamaan,
mencakup kesamaan suasana dan kedudukan antara orang-orang yang berkomunikasi
(De Vito,1976,44-46). Keberhasilan komunikasi merupakan kunci keberhasilan
dalam mencapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat (communication is a
key to successful team effort). Artinya kalau pengawas sekolah ingin berhasil
dalam
memberdayakan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah,
maka kunci pertama yang harus dikuasai adalah kemampuan berkomunikasi. Pengawas
harus mampu membangun komunikasi efektif.
2. Membangun Komunikasi Efektif
Komunikasi
efektif bagi pimpinan merupakan keterampilan penting karena perencanaan,
pengorganisasian, dan fungsi pengendalian dapat berjalan hanya melalui
aktivitas komunikasi. Dalam beberapa situasi di dalam organisasi,
kadangkala muncul
sebuah pernyataan di antara anggota organisasi, apa yang kita dapat adalah
kegagalan komunikasi. Pernyataan tersebut mempunyai arti bagi masing-masing
anggota organisasi, dan menjelaskan bahwa yang menjadi
masalah dasar
adalah komunikasi, karena kemacetan atau kegagalan komunikasi dapat terjadi
antar pribadi, antarpribadi dalam kelompok, atau antar kelompok dalam
organisasi. Komunikasi bagi pimpinan merupakan aspek pekerjaan yang penting
sebagai bagian dari fungsi organisasi.
Masalah bisa berkembang serius manakala pengarahan menjadi salah dimengerti; gurauan yang membangun dalam
kelompok kerja malah menyulut kemarahan;
atau pembicaraan informal
oleh pimpinan
terjadi distorsi (penyimpangan). Dengan kata lain bahwa masalah komunikasi dalam
organisasi adalah apakah anggota
organisasi dapat berkomunikasi dengan baik atau tidak? Komunikasi merupakan
keterampilan dasar seorang pengawas sekolah, dan merupakan elemen penting dalam
pelayanan, karena menyangkut kompetensi pengawas sekolah sebagai orang yang
melayani kepentingan dan kebutuhan sekolah, utamanya kepala sekolah dan guru.
Keterampilan dasar berkomunikasi bagi seorang pengawas sekolah adalah:
1. Mampu saling
memahami kelebihan dan kekurangan individu
2. Mampu
mengkomunikasikan pikiran dan perasaan
3. Mampu saling
menerima, menolong, dan mendukung
4. Mampu
mengatasi konflik yang terjadi dalam
komunikasi
5. Saling
menghargai dan menghormati
Mengembangkan
keterampilan berkomunikasi bagi pengawas sekolah dapat dilakukan dengan memperhatikan:
1. Manfaat dan
pentingnya komunikasi
2. Penguasaan
perilaku individu
3.
Komponen-komponen komunikasi,
4. Praktek
keterampilan berkomunikasi
5. Bantuan orang
lain
6. Latihan yang
terus-menerus
7. Partner
berlatih, untuk meningkatkan kemampuan adaptif berkomunikasi Seorang pengawas sekolah perlu membangun jaringan komunikasi yang sehat,
baik dengan Dinas Pendidikan, pihak sekolah, dunia usaha, maupun
lembaga mitra
lain. Analisis jaringan komunikasi dapat dilakukan untuk mengetahui:
1. Peranan
individu (karyawan) dalam penyaluran informasi organisasi, yang sekaligus juga
menunjukkan pola interaksi antara individu tersebut dengan individu lain
2. Bentuk
hubungan atau koneksi orang-orang dalam
organisasi dan kelompok tertentu (klik)
3.
Keterbukaan/ketertutupan individu atau kelompok. Peranan seorang pengawas
sekolah dalam suatu jaringan komunikasi dapat sebagai :
1. Opinion leader, individu yang diakui
menguasai informasi (kuantitas dan kualitas) dan dengan informasi tersebut
mampu mempengaruhi perilaku dan keputusan-keputusan yang diambil oleh individu, kelompok, atau
organisasi. Opinion leader tidak selalu
memiliki otoritas formal, bahkan pada umumnya merupakan pimpinan informal.
2. Gate keepers, individu yang mengontrol arus
informasi di antara anggota organisasi. Individu yang menentukan apakah suatu
informasi itu penting atau tidak untuk
diteruskan/diberikan kepada pimpinan atau pegawai organisasi.
3. Cosmopolites, individu yang menghubungkan
organisasi dengan lingkungannya. Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber di
lingkungan dan menyampaikan informasi organisasi kepada lingkungan.
4. Bridge, anggota kelompok atau klik dalam
suatu organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan kelompok lain.
5. Liaison, individu penghubung antar kelompok,
dan bukan sebagai anggota salah satu kelompok tersebut.
6. Isolate, anggota organisasi yang mempunyai
kontak minimal dengan orang lain dalam organisasi. Posisi atau peranan pengawas sekolah dalam
jaringan arus informasi akan mempengaruhi, antara lain:
1. Tingkat
kekuasaan (power), hubungan sosial, atau pengaruh individual dalam organisasi.
2. Partisipasi
dalam pelaksanaan tugas (intensitas dan kuantitas kegiatan organisasi, yang
dapat berimbas pada peningkatan keterampilan/keahlian).
3. Kepuasan
terhadap arus informasi.
4. Konsep diri.
Keterampilan dan sikap dalam berkomunikasi
akan sangat menentukan bagaimana pengembangan kualitas pendidikan oleh pengawas
sekolah. Terutama dalam membentuk jaringan kemitraan dengan share/stake holder
dan tim kerjasama untuk melayani pelanggan. Jaringan kemitraan yang kuat
dan saling menguntungkan yang dlayani oleh anggota tim kerjasama yang saling
melayani, sudah pasti akan memperlancar pengembangan kualitas pendidikan.
Pengawas yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan memadai dapat
menyelesaikan berbagai masalah di lapangan. Masalah komunikasi antara lain
disebabkan oleh pola birokrasi dan hubungan yang kaku sehingga tidak
terpelihara situasi sesuai harapan pengawas maupun pihak-pihak yang
disupervisi.
B. MENGEMBANGKAN KEMITRAAN, PELAYANAN DAN TIM
1. Mengembangkan
Kemitraan
Kemitraan
merupakan bentuk dari mitra, yang dapat dijumpai pada semua kelompok orang dan
usia. Dasar utama dalam mitra ini adalah keahlian, yang mana masing-masing
orang yang memiliki keahlian berbeda,
bekerja bersama menjadi satu kelompok/tim dalam menyeleseaikan sebuah pekerjaan.
Mitra tersebut adakalanya harus dilakukan dengan orang yang sama sekali belum
dikenal, dan begitu berjumpa langsung harus bekerja bersama dalam sebuah
kelompok. Pertanyaan yang timbul, bagaimanakah cara mengembangkan kemitraan di
dalam suatu organisasi kependidikan?
Dalam pandangan
manajemen, kerjasama dimaknai dengan istilah collaboration. Kerjasama
(collaboration) dalam pandangan Stewart merupakan bagian dari kecakapan
”manajemen baru” yang belum nampak pada manajemen
tradisional.
Dalam manajemen tradisional terdapat tujuh kecakapan/proses kegiatan manajerial
yaitu perencanaan (planning), komunikasi (communicating), koordinasi
(co-ordinating), memotivasi (motivating), pengendalian (controlling), mengarahkan
(directing), dan memimpin (leading) (Stewart, 1998; 88). Tidak dapat dipungkiri, bahwa
kecakapan-kecakapan di atas seperti merencanakan, mengkomunikasikan,
mengkoordinasikan, dan memotivasi perlu dikuasai oleh seorang manajer. Namun
demikian, untuk kecakapan mengendalikan, mengarahkan, dan memimpin dianggap
”sudah tidak efektif lagi”. Menurut Stewart perlu seperangkat kecakapan baru
yang perlu dikuasai oleh manajer era baru yaitu harus mampu membuat mampu
(enabling), memperlancar (facilitating), berkonsultasi (consulting), bermitra
(collaborating), membimbing (mentoring), dan mendukung (supporting Dalam
bersosialisasi dan berorganisasi, kemitraan memiliki kedudukan yang sentral
karena esensi dari kehidupan sosial dan berorganisasi adalah kesepakatan
bermitra. Tidak ada organisasi tanpa kerjasama. Bahkan dalam pemberdayaan
organisasi, kerjasama adalah tujuan akhir dari setiap program pemberdayaan.
Pimpinan akan ditakar keberhasilannya dari seberapa mampu ia menciptakan
kerjasama di dalam organisasi (intern), dan menjalin mitra dengan pihak-pihak di
luar organisasi (ekstern).
Prinsip-prinsip organisasi yang selama ini dikembangkan, hakikatnya
merupakan perwujudan bentuk mitra yang dilembagakan, di mana setiap orang dalam
organisasi sekolah tersebut mengakui dan tunduk terhadap organisasi.
Prinsip-prinsip tersebut tentunya merupakan hasil penelaahan yang lama dan mendalam tentang interaksi manusia dalam organisasi, sehingga dinyatakan sebagai sesuatu yang hampir niscaya keberadaannya, yaitu:
a. Adanya pembagian kerja (division of work). Pembagian kerja atau penempatan guru dan staf, secara normatif harus menggunakan prinsip the right man on the right place. Ada dua dasar pemikiran di atas, yaitu (a) pekerjaan dengan volume dan/atau ragamnya cukup banyak sehingga tidak bisa ditangani oleh satu atau dua orang saja, dan (b) setiap orang memiliki minat, kecakapan, keahlian atau spesialisasi tertentu. b. Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility). Agar staf dapat menjalankan kewenangan dan memenuhi tanggungjawabnya, perlu diberi peluang untuk saling bermitra antar sesama staf dan antara dirinya dengan pimpinan terkait.
c. Adanya kesatuan perintah (unity of command) dan pengarahan (unity of direction). Dalam melaksanakan pekerjaan, guru dan staf yang baik akan memperhatikan prinsip kesatuan perintah pada bidangnya sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Guru dan staf juga harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan bekerjasama.
d. Adanya ketertiban (order) organisasi. Ketertiban dalam organisasi sekolah dapat terlaksana dengan aturan yang ketat atau dapat pula karena telah terciptanya budaya kerja yang sangat kuat dan memiliki disiplin yang tinggi dari masing-masing anggota organisasi.
e. Adanya semangat kesatuan (semangat korp). Setiap staf harus memiliki rasa kesatuan, atau senasib sepenanggungan sehingga menimbulkan semangat kerjasama yang baik.
Setiap bagian dibutuhkan oleh bagian lainnya. Pimpinan yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan pimpinan yang suka memaksakan kehendak dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp). Sekolah adalah sebuah organisasi. Di dalam sekolah terdapat struktur organisasi, mulai kepala sekolah, wakil kepala, dewan guru, staf, komite sekolah, dan tentu saja siswa. Dalam sekolah terdapat kurikulum dan pembelajaran, biaya, sarana, dan hal-hal lain yang harus direncanakan, dilaksanakan, dipimpin, dan diawasi. Semuanya itu bermuara pada hubungan mitra atau human relations. Dalam proses pembinaan atau supervisi, pengawas diharapkan dapat menjalin kerjasama yang harmonis dan egaliter yaitu tidak mengedepankan kewenangan yang dimilikinya. Pendekatan otoritas dalam interaksi dengan bawahan di era sekarang ini sudah kurang relevan. Yang lebih mengena adalah adalah pendekatan kolegial, di mana pengawas menempatkan diri sebagai mitra sekolah dalam mencapai kemajuan. Pemberdayaan dengan supervisi memiliki filosofi yang sama, supervisi ialah membantu para guru memperoleh arah diri dan belajar memecahkan sendiri masalah-masala yang mereka hadapi, dan mendorong mereka melakukan kegiatan-kegiatan untuk menciptakan situasi di mana murid-murid dapat belajar lebih efektif. Secara teknis, alternatif pola kerjasama antara pengawas, kepala dinas, kepala sekolah, dan guru dapat digambarkan sebagai berikut:
Prinsip-prinsip tersebut tentunya merupakan hasil penelaahan yang lama dan mendalam tentang interaksi manusia dalam organisasi, sehingga dinyatakan sebagai sesuatu yang hampir niscaya keberadaannya, yaitu:
a. Adanya pembagian kerja (division of work). Pembagian kerja atau penempatan guru dan staf, secara normatif harus menggunakan prinsip the right man on the right place. Ada dua dasar pemikiran di atas, yaitu (a) pekerjaan dengan volume dan/atau ragamnya cukup banyak sehingga tidak bisa ditangani oleh satu atau dua orang saja, dan (b) setiap orang memiliki minat, kecakapan, keahlian atau spesialisasi tertentu. b. Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility). Agar staf dapat menjalankan kewenangan dan memenuhi tanggungjawabnya, perlu diberi peluang untuk saling bermitra antar sesama staf dan antara dirinya dengan pimpinan terkait.
c. Adanya kesatuan perintah (unity of command) dan pengarahan (unity of direction). Dalam melaksanakan pekerjaan, guru dan staf yang baik akan memperhatikan prinsip kesatuan perintah pada bidangnya sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Guru dan staf juga harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan bekerjasama.
d. Adanya ketertiban (order) organisasi. Ketertiban dalam organisasi sekolah dapat terlaksana dengan aturan yang ketat atau dapat pula karena telah terciptanya budaya kerja yang sangat kuat dan memiliki disiplin yang tinggi dari masing-masing anggota organisasi.
e. Adanya semangat kesatuan (semangat korp). Setiap staf harus memiliki rasa kesatuan, atau senasib sepenanggungan sehingga menimbulkan semangat kerjasama yang baik.
Setiap bagian dibutuhkan oleh bagian lainnya. Pimpinan yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan pimpinan yang suka memaksakan kehendak dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp). Sekolah adalah sebuah organisasi. Di dalam sekolah terdapat struktur organisasi, mulai kepala sekolah, wakil kepala, dewan guru, staf, komite sekolah, dan tentu saja siswa. Dalam sekolah terdapat kurikulum dan pembelajaran, biaya, sarana, dan hal-hal lain yang harus direncanakan, dilaksanakan, dipimpin, dan diawasi. Semuanya itu bermuara pada hubungan mitra atau human relations. Dalam proses pembinaan atau supervisi, pengawas diharapkan dapat menjalin kerjasama yang harmonis dan egaliter yaitu tidak mengedepankan kewenangan yang dimilikinya. Pendekatan otoritas dalam interaksi dengan bawahan di era sekarang ini sudah kurang relevan. Yang lebih mengena adalah adalah pendekatan kolegial, di mana pengawas menempatkan diri sebagai mitra sekolah dalam mencapai kemajuan. Pemberdayaan dengan supervisi memiliki filosofi yang sama, supervisi ialah membantu para guru memperoleh arah diri dan belajar memecahkan sendiri masalah-masala yang mereka hadapi, dan mendorong mereka melakukan kegiatan-kegiatan untuk menciptakan situasi di mana murid-murid dapat belajar lebih efektif. Secara teknis, alternatif pola kerjasama antara pengawas, kepala dinas, kepala sekolah, dan guru dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Kerjasama dan Peran Pengawas
Sekolah
Kemitraan adalah unsur penting dalam sebuah hubungan mitra. Berikut adalah alternatif langkah-langkah membangun kerjasama antarsekolah dalam sebuah kegiatan
Contoh pola kemitraan yang lain adalah mempertemukan sekolah dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan pengembangan kurikulum. Dalam rencana program kerja tahunan, khususnya pada satuan pendidikan Sekolah
Menengah Kejuruan
(SMK) yang mungkin membutuhkan tempat praktek kerja dan atau lokasi kunjungan
sekolah-sekolah. Atas alasan itu, sekolah dapat diminta oleh pengawas untuk
melakukan MoU dengan pihak industri untuk mendukung pelaksanaan kurikulum
dengan baik. Berikut adalah contoh interaksi Kepala sekolah, pengawas dengan
pihak eksternal sekolah seperti industri, musium, swasta, instansi pemerintah,
dan lain-lain.
Bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada awalnya pengawas melakukan pemahaman terhadap KTSP yang dikembangkan oleh pihak sekolah. Setelah itu, ia menggali rencana implementasi dari pengembangan kurikulum yang terkait dengan pihak eksternal. Jika sekolah telah memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan dengan pihak eksternal sekolah, tugas pengawas berusaha menghilangkan rintangan yang mungkin akan dijumpai. Tetapi jika ternyata apa yang direncanakan oleh pihak sekolah masih kurang memadai maka pengawas dapat berperan sebagai fasilitator yaitu membantu sekolah mempersiapkan MoU dengan pihak-pihak eksternal. Kadang kala dalam melakukan MoU, pihak sekolah masih merasa ragu, takut salah, dan membutuhkan penguatan dari pengawas. Sebaliknya, pengawas juga terkadang merasa khawatir terhadap inovasi yang lahir dari sekolah. Jika menghadapi kondisi demikian, disarankan untuk kembali pada langkah awal yaitu pemberdayaan diri sendiri terlebih dahulu. Karena barangkali kita semua masih tidak memahami kewenangan masing-masing dan tidak mengetahui sejauh mana kewenangan kita dapat diperluas.
Pengawas berada
pada posisi sentral dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam pembinaan
sekolah, kepala dinas memberi kepercayaan kepada pengawas untuk membina guru
dan kepala sekolah. Pada saat bersamaan, pengawas dapat membina guru melalui
kelembagaan MGMP dan membina kepala sekolah melalui MKKS. Hal yang perlu
ditegaskan dalam bagan di atas adalah bahwa hubungan antar pihak adalah dalam
suasana kemitraan. Kemitraan yang terjalin seringkali mengalami berbagai kendala yang disebabkan
oleh barbagai hal. Guna mengantisipasi hal itu maka perlu pengetahuan dan
pemahaman yang baik tentang kerjasama tim yang solid.
2. Mengembangkan Pelayanan dalam Tim
Bekerja dalam tim
adalah suatu proses kerja yang dilakukan oleh individu yang tergabung dalam
satu kelompok, untuk menyelesaikan satu paket pekerjaan, dengan tujuan untuk
menjalankan visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya. Bekerja dalam tim
biasanya dimulai dengan proses membangun tim (team building) terlebih
dahulu. Team building adalah upaya yang dibuat secara sistematis
untuk mengembangkan kerja kelompok dalam usaha mewujudkan visi dan misi organisasi. Sedangkan yang dimaksud kelompok
adalah kumpulan orang yang terdiri dari dua atau lebih yang berinteraksi dengan
stabil dan diantara mereka mempunyai tujuan yang sama serta menganggap kelompok
itu adalah miliknya sendiri (merasa memiliki) serta menganggap dirinya adalah
bagian dari kelompok (integritas). Tugas
manajer atau tim leader adalah untuk memilah jenis pekerjaan mana yang lebih
efektif untuk dikerjakan oleh individu dan jenis pekerjaan mana yang lebih
efektif untuk dikerjakan oleh tim. Dalam konsep kerja tim, walaupun pada hakikatatnya,
setiap paket pekerjaan akan diselesaikan oleh individu, namun misi dan hasil
dari pekerjaan tersebut adalah milik tim, karena setiap individu mempunyai
tugas untuk menjalankan misi tim, bukan misi pribadi. Oleh karena, itu perlu ditekankan pentingnya
visi dan misi tim serta indikator keberhasilan kerja tim. Sehingga dapat
dievaluasi apakah satu tim dapat bekerja sesuai dengan maksud dan keberadaan
tim tersebut.
Pada prinsipnya diperlukan proses team building untuk memperbaiki kinerja kelompok yang kita miliki, namun ada beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan dimana team building sebaiknya dilakukan. Antara lain:
Pada prinsipnya diperlukan proses team building untuk memperbaiki kinerja kelompok yang kita miliki, namun ada beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan dimana team building sebaiknya dilakukan. Antara lain:
a. Kondisi
kelompok memerlukan peningkatan moralitas dan hasil kerja tim.
b. Pucuk pimpinan
yang jarang berfikir dan bertindak sebagai bagian sebuah kelompok.
c. Terjadinya
kurang pengertian antar sesama anggota kelompok
dan tidak
adanya
arahan dan semangat kerja yang timbul dalam suatu kelompok serta
kehilangan arah kerja.
d. Dalam kelompok
baru, yang mana terdiri dari beberapa
individu yang menonjol tapi tidak dapat bekerja secara kelompok.
e. Kurangnya rasa
percaya diri antar sesama anggota tim, tidak dapat dicapai kesepatan terhadap
tujuan bersama tim dan adanya ketidaktahuan akan kemungkinan peluang yang dapat dilakukan oleh
anggota tim.
Team building yang dilakukan secara benar dan kontinyu akan memberikan hasil perubahan yang seringkali jauh lebih baik dari dugaan semula. Manfaat atau hasil yang dirasakan adalah:
Team building yang dilakukan secara benar dan kontinyu akan memberikan hasil perubahan yang seringkali jauh lebih baik dari dugaan semula. Manfaat atau hasil yang dirasakan adalah:
a. Bagi
Organisasi:
1) Tercapainya
visi dan misi.
2) Terbentuk
proses kerja yang efektif dan efisien dari sisi waktu, tenaga dan dana.
3) Terciptanya
“quality of work life”
4) Dapat
melakukan evaluasi dan perbaikan berkesinambungan pencapaian kinerja.
b. Bagi pimpinan
tim /kelompok:
1) Pimpinan tim
akan menjadi lebih kuat dan lebih efektif
2) Pimpinan tim
mampu menyesuaikan gaya kepimimpinannya, dengan lebih memperhatikan kepentingan
dan tanggung jawab kelompok dibandingkan kepentingan pribadi
3) Terdapat
apresiasi yang lebih besar dari pimpinan tim tehadap kebutuhan anggota tim dan
bagian-bagian dalam tim
4) Pimpinan menjadi lebih mampu untuk
berkomukasi secara langsung kepada
anggota tim sehingga terjadi hubungan pengertian yang lebih baik antara
pimpinan dan anggota tim.
5) Pimpinan tim
memiliki inisiatif untuk lebih memahami prakasa anggotanya.
6) Pimpinan
mempunyai komitment yang lebih tinggi trhadap sasaran kerja dan memiki harapan
yang lebih besar.
c. Bagi individu
anggota tim /kelompok
1) Sebagian besar
individu memiliki pendekatan yang lebih persuasive, toleransi menjadi lebih
tinggi dan memiliki kepercayaan untuk mengajukan argumentasi tanpa terikat oleh
hirarki.
2) Komunikasi dan
dialog antar sesama anggota kelompok menjadi lebih bebas dan terbuka, yang selama ini menjadi salah
satu hambatan utama dalam perkembangan kelompok.
3) Terdapat
“ruang“ yang lebih terbuka untuk mengakui beberapa kelemahan-kelemahan pribadi,
bahkan kadangkala tidak jarang yang mengundurkan diri karena kesadaran diri (ini bukan penyelesaian yang diharapkan)
4) Banyak masalah
antar pribadi sesama anggota tim /kelompok yang selama ini mengganjal dapat
dipecahkan dengan lebih mudah karena keterbukaan semua anggota tim.
d. Bagi
pelaksanaan kerja tim/kelompok
1) Pertemuan
tim/kelompok menjadi lebih tersruktur dan efektif
2) Hasil yang diperoleh lebih dapat diterima dan
terdistribusi dengan baik kepada sesama peserta.
3) Terjadi
perbaikan kerja dalam mencapai sasaran, peningkatan kemampuan dalam mengevaluasi
individu dan kelompok dengan cara yang lebih professional
4) Tingkat
komunikasi dalam dan antar kelompok menjadi lebih komprehensif dan efektif,
walaupun dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
5) Komitmen yang
lebih kuat terhadap sasaran-sasaran baru.
6) Terciptanya
otonomi yang lebih besar pada level manajer.
7) Lebih banyak
waktu digunakan untuk bermitra dengan kolega dan bermitra dalam mencapai
tujuan. Pemberdayaan merupakan unsur
dari membangun.
Pemberdayaan adalah cara yang efektif untuk mendapatkan kinerja yang terbaik dari dari staf atau pihak yang dibina. Pemberdayaan lebih dari sekedar pendelegasian tugas dan kewenangan tetapi juga pelimpahan proses pengembangan keputusan dan tanggung jawab secara penuh (Stewart, 1998; 22 – 23). Manfaat pemberdayaan selain dapat meningkatkan kinerja juga mendatangkan manfaat lain bagi individu-individu dan organisasi. Manfaatnya bagi individu adalah dapat meningkatkan kecakapan-kecakapan penting pada saat menjalankan tugasnya, dan memberi rasa berprestasi yang lebih besar kepada staf sehingga akan meningkatkan motivasi kerja. Sedangkan manfaat bagi organisasi adalah menambah efektivitas organisasi. Seorang pengawas harus memberdayakan diri sendiri terlebih dahulu. Ini modal utama agar dalam upaya pemberdayaan lebih efektif. Bagaimana cara memberdayakan diri? Bentuk pemberdayaan yang disarankan adalah kerjasama. Secara tradisional, budaya organisasi itu dapat berjalan menurut empat budaya yaitu budaya kekuasaan, budaya peran, budaya tugas, dan budaya perorangan (Stewart, 1998; 53 – 72).
Budaya kekuasaan tercipta pada organisasi yang dibangun oleh seorang penguasa kharismatik. Semua keputusan bersumber dari pusat kekuasaan. Pengawas yang menciptakan iklim organisasi budaya kekuasaan sangat sulit menerima perbedaan pendapat dari sekolah yang dibinanya. Budaya peran yaitu organisasi yang dibesarkan dengan struktur birokratis dan prosedural. Struktur manajemennya bersifat piramidal dan kekuasaan seseorang diperoleh dari peran dan kedudukan yang dijabatnya. Pengawas yang menganut sistem ini, akan meminta sekolah agar setiap bagian dikerjakan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Organisasi sekolah harus berjalan sesuai aturan yang ketat. Budaya tugas, yaitu budaya organisasi yang anggotanya bekerja berdasarkan tim proyek. Tipe ini sangat berkembang pada lembaga-lembaga konsultan. Meski ada peran administratif dan manajerial formal, tetapi strukturnya cenderung diletakkan pada dasar bentuk tim proyek. Tim yang bekerja biasanya berumur pendek disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan dalam satu pekerjaan proyek. Tim akan dibentuk lagi dengan anggota yang berbeda untuk mengerjakan proyek yang lainnya.
Budaya perorangan yaitu organisasi yang memberi otonomi yang sangat tinggi kepada orang-orang yang ada di dalamnya. Tidak ada struktur organisasi baku, bahkan kalau pun ada sifatnya hanya mendukung bukan untuk mengendalikan. Organisasi ini hanya bersifat kolegikal dan tidak mudah untuk memadukan orang-orangnya dalam suatu usaha bersama. Budaya organisasi perorangan dapat “diciptakan” oleh pengawas dengan beranggotakan para kepala sekolah yang berada di bawah binaannya. Sekali waktu, dapat dilakukan diskusi terfokus (Focused Group Discussion) yang melibatkan para kepala sekolah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi bersama. Diskusi dapat difasilitasi oleh pengawas sekolah. Ini adalah salah satu cara untuk mengembangkan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pengawas untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Timbul pertanyaan: Cara apakah yang baik untuk melakukan pemberdayaan dalam budaya organisasi? Budaya yang kondusif adalah budaya kerjasama dengan piramida terbalik. Para kepala sekolah diarahkan agar memaksimalkan pelayanannya kepada pelanggan (siswa, orang tua dan stakeholder pendidikan lainnya) dengan menyediakan sumberdaya, bimbingan, dan lain-lain yang diperlukan. Para staf barisan depan yaitu seperti guru dan staf administrasi sekolah harus mengetahui benar tentang kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
Bagi seorang pengawas yang akan menumbuhkan budaya pemberdayaan di sekolah memerlukan dua hal yaitu memupuk kepercayaan dan keterbukaan. Dalam membina kepercayaan, pengawas meyakinkan bahwa dirinya memberi kepercayaan kepada sekolah yang diikuti oleh sikap mentolelir sejumlah kekeliruan. Pengawas sebaiknya dapat menerima sejumlah kesalahan yang sewaktu-waktu dapat saja terjadi.
Pemberdayaan adalah cara yang efektif untuk mendapatkan kinerja yang terbaik dari dari staf atau pihak yang dibina. Pemberdayaan lebih dari sekedar pendelegasian tugas dan kewenangan tetapi juga pelimpahan proses pengembangan keputusan dan tanggung jawab secara penuh (Stewart, 1998; 22 – 23). Manfaat pemberdayaan selain dapat meningkatkan kinerja juga mendatangkan manfaat lain bagi individu-individu dan organisasi. Manfaatnya bagi individu adalah dapat meningkatkan kecakapan-kecakapan penting pada saat menjalankan tugasnya, dan memberi rasa berprestasi yang lebih besar kepada staf sehingga akan meningkatkan motivasi kerja. Sedangkan manfaat bagi organisasi adalah menambah efektivitas organisasi. Seorang pengawas harus memberdayakan diri sendiri terlebih dahulu. Ini modal utama agar dalam upaya pemberdayaan lebih efektif. Bagaimana cara memberdayakan diri? Bentuk pemberdayaan yang disarankan adalah kerjasama. Secara tradisional, budaya organisasi itu dapat berjalan menurut empat budaya yaitu budaya kekuasaan, budaya peran, budaya tugas, dan budaya perorangan (Stewart, 1998; 53 – 72).
Budaya kekuasaan tercipta pada organisasi yang dibangun oleh seorang penguasa kharismatik. Semua keputusan bersumber dari pusat kekuasaan. Pengawas yang menciptakan iklim organisasi budaya kekuasaan sangat sulit menerima perbedaan pendapat dari sekolah yang dibinanya. Budaya peran yaitu organisasi yang dibesarkan dengan struktur birokratis dan prosedural. Struktur manajemennya bersifat piramidal dan kekuasaan seseorang diperoleh dari peran dan kedudukan yang dijabatnya. Pengawas yang menganut sistem ini, akan meminta sekolah agar setiap bagian dikerjakan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Organisasi sekolah harus berjalan sesuai aturan yang ketat. Budaya tugas, yaitu budaya organisasi yang anggotanya bekerja berdasarkan tim proyek. Tipe ini sangat berkembang pada lembaga-lembaga konsultan. Meski ada peran administratif dan manajerial formal, tetapi strukturnya cenderung diletakkan pada dasar bentuk tim proyek. Tim yang bekerja biasanya berumur pendek disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan dalam satu pekerjaan proyek. Tim akan dibentuk lagi dengan anggota yang berbeda untuk mengerjakan proyek yang lainnya.
Budaya perorangan yaitu organisasi yang memberi otonomi yang sangat tinggi kepada orang-orang yang ada di dalamnya. Tidak ada struktur organisasi baku, bahkan kalau pun ada sifatnya hanya mendukung bukan untuk mengendalikan. Organisasi ini hanya bersifat kolegikal dan tidak mudah untuk memadukan orang-orangnya dalam suatu usaha bersama. Budaya organisasi perorangan dapat “diciptakan” oleh pengawas dengan beranggotakan para kepala sekolah yang berada di bawah binaannya. Sekali waktu, dapat dilakukan diskusi terfokus (Focused Group Discussion) yang melibatkan para kepala sekolah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi bersama. Diskusi dapat difasilitasi oleh pengawas sekolah. Ini adalah salah satu cara untuk mengembangkan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pengawas untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Timbul pertanyaan: Cara apakah yang baik untuk melakukan pemberdayaan dalam budaya organisasi? Budaya yang kondusif adalah budaya kerjasama dengan piramida terbalik. Para kepala sekolah diarahkan agar memaksimalkan pelayanannya kepada pelanggan (siswa, orang tua dan stakeholder pendidikan lainnya) dengan menyediakan sumberdaya, bimbingan, dan lain-lain yang diperlukan. Para staf barisan depan yaitu seperti guru dan staf administrasi sekolah harus mengetahui benar tentang kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
Bagi seorang pengawas yang akan menumbuhkan budaya pemberdayaan di sekolah memerlukan dua hal yaitu memupuk kepercayaan dan keterbukaan. Dalam membina kepercayaan, pengawas meyakinkan bahwa dirinya memberi kepercayaan kepada sekolah yang diikuti oleh sikap mentolelir sejumlah kekeliruan. Pengawas sebaiknya dapat menerima sejumlah kesalahan yang sewaktu-waktu dapat saja terjadi.
3. Membangun
Tim
Kerjasama secara
kelompok/tim menuntut adanya koordinasi
skill, knowledge, dan attitude. Kombinasi, koordinasi, integrasi,
sinkronisasi terhadap inisiatif yang kreatif, keterampilan, sikap, pengetahuan,
dan pengalaman anggota
(knowledge
management) sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
(Wenzler, Fischer dan Siregar.1993). Kerjasama tim juga menuntut adanya rasa
memiliki (sense of belonging), tindakan proaktif, transparansi, tanggung jawab
(responsibility), dan tanggunggugat (accountability), serta empati untuk saling
pengertian, asih, asah, dan asuh (cohesivity) antaranggota. Sekolah adalah sebuah tim kerja (team work).
Kekuatan apakah yang mempengaruhi kuat tidaknya sebuah organisasi/ tim?
Salah satu faktor penentunya adalah komitmen dari para anggota organisasi. Komitmen dapat diartikan sebagai
(a) keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi;
(b) kesediaan untuk bekerja dan menjadi bagian dari organisasi; dan
(c) bersungguh-sungguh untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Selanjutnya setelah komitmen masing-masing anggota bisa dibangun, maka perlu ditumbuhkan semangat kerjasama di lingkungan sekolah. Michael Maginn (2004), mengemukakan cara menumbuhkan semangat kerjasama dilingkungan sekolah sebagai berikut.
a. Tentukan tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan sebuah kapal yang berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau arah yang jelas, tim tidak akan menghasilkan apapun. Tujuan merupakan pernyataan apa yang harus diraih oleh tim, dan memberikan daya untuk memotivasi setiap anggota agar bekerja. Contohnya, sekolah yang telah merumuskan visi dan misi sekolah hendaknya menjadi tujuan bersama. Selain mengetahui tujuan bersama, masing-masing bagian seharusnya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
b. Perjelas keahlian dan tanggung jawab anggota. Setiap anggota tim harus menjadi pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab terha- dap suatu bidang atau jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para guru selain melaksanakan proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas tambahan, seperti menjadi wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan lain-lain. Agar terbentuk mitra yang baik, maka pemberian tugas tambahan tersebut harus didasarkan pada keahlian mereka masing-masing.
c. Sediakan waktu untuk menentukan cara bermitra. Meskipun setiap orang telah menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui mitra, namun bagaimana mitra itu harus dilakukan perlu adanya pedoman. Pedoman tersebut sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang terlibat. Pedoman dapat dituangkan secara tertulis atau sekedar sebagai konvensi.
d. Hindari masalah yang bisa diprediksi.
Artinya mengantisipasi masalah yang bisa terjadi. Seorang pemimpin yang baik harus dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul, bukan sekedar menyelesaikan masalah. Dengan mengantisipasi, apa lagi kalau dapat mengenali sumber-sumber masalah, maka organisasi tidak akan disibukkan kemunculan masalah yang silih berganti harus ditangani.
e. Gunakan konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama.
Peraturan tim akan banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan pekerjaannya dan menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah. Selain itu perlu juga ada konsensus tim dalam mengerjakan satu pekerjaan..
f. Ajarkan rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksi. Yang dibutuhkan anggota tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja, norma, dan nilai-nilai tim. Di lingkungan sekolah ada guru baru atau guru pindahan dari sekolah lain, sebagai anggota baru yang baru perlu ”diajari” bagaimana bekerja di lingkungan tim kerja di sekolah. Suatu sekolah terkadang sudah memiliki budaya saling pengertian, tanpa ada perintah setiap guru mengambil inisiatif untuk menegur siswa jika tidak disiplin.
Kekuatan apakah yang mempengaruhi kuat tidaknya sebuah organisasi/ tim?
Salah satu faktor penentunya adalah komitmen dari para anggota organisasi. Komitmen dapat diartikan sebagai
(a) keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi;
(b) kesediaan untuk bekerja dan menjadi bagian dari organisasi; dan
(c) bersungguh-sungguh untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Selanjutnya setelah komitmen masing-masing anggota bisa dibangun, maka perlu ditumbuhkan semangat kerjasama di lingkungan sekolah. Michael Maginn (2004), mengemukakan cara menumbuhkan semangat kerjasama dilingkungan sekolah sebagai berikut.
a. Tentukan tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan sebuah kapal yang berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau arah yang jelas, tim tidak akan menghasilkan apapun. Tujuan merupakan pernyataan apa yang harus diraih oleh tim, dan memberikan daya untuk memotivasi setiap anggota agar bekerja. Contohnya, sekolah yang telah merumuskan visi dan misi sekolah hendaknya menjadi tujuan bersama. Selain mengetahui tujuan bersama, masing-masing bagian seharusnya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
b. Perjelas keahlian dan tanggung jawab anggota. Setiap anggota tim harus menjadi pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab terha- dap suatu bidang atau jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para guru selain melaksanakan proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas tambahan, seperti menjadi wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan lain-lain. Agar terbentuk mitra yang baik, maka pemberian tugas tambahan tersebut harus didasarkan pada keahlian mereka masing-masing.
c. Sediakan waktu untuk menentukan cara bermitra. Meskipun setiap orang telah menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui mitra, namun bagaimana mitra itu harus dilakukan perlu adanya pedoman. Pedoman tersebut sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang terlibat. Pedoman dapat dituangkan secara tertulis atau sekedar sebagai konvensi.
d. Hindari masalah yang bisa diprediksi.
Artinya mengantisipasi masalah yang bisa terjadi. Seorang pemimpin yang baik harus dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul, bukan sekedar menyelesaikan masalah. Dengan mengantisipasi, apa lagi kalau dapat mengenali sumber-sumber masalah, maka organisasi tidak akan disibukkan kemunculan masalah yang silih berganti harus ditangani.
e. Gunakan konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama.
Peraturan tim akan banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan pekerjaannya dan menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah. Selain itu perlu juga ada konsensus tim dalam mengerjakan satu pekerjaan..
f. Ajarkan rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksi. Yang dibutuhkan anggota tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja, norma, dan nilai-nilai tim. Di lingkungan sekolah ada guru baru atau guru pindahan dari sekolah lain, sebagai anggota baru yang baru perlu ”diajari” bagaimana bekerja di lingkungan tim kerja di sekolah. Suatu sekolah terkadang sudah memiliki budaya saling pengertian, tanpa ada perintah setiap guru mengambil inisiatif untuk menegur siswa jika tidak disiplin.
Cara kerja ini
mungkin belum diketahui oleh guru baru sehingga perlu disampaikan agar tim
sekolah tetap solid dan kehadiran guru baru tidak merusak sistem.
g. Selalulah bermitra, caranya dengan membuka pintu gagasan orang lain.
Tim seharusnya menciptakan lingkunganyang terbuka dengan gagasan setiap anggota. Misalnya sekolah sedang menghadapi masalah keamanan dan ketertiban, sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama sehingga kerjasama tim dapat berfungsi dengan baik.
h. Wujudkan gagasan menjadi kenyataan.
Caranya dengan menggali atau memacu kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di sekolah banyak sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk diwujudkan agar tim bersemangat untuk meraih tujuan. Dalam menggali gagasan perlu mencari kesamaan pandangan.
i. Aturlah perbedaan secara aktif.
Perbedaan pandangan atau bahkan konflik adalah hal yang biasa terjadi di sebuah lembaga atau organisasi. Organisasi yang baik dapat memanfaatkan perbedaan dan mengarahkannya sebagai kekuatan untuk memecahkan masalah. Cara yang paling baik adalah mengadaptasi perbedaan menjadi bagian konsensus yang produktif.
j. Perangi virus konflik, dan jangan sekali-kali ”memproduksi” konflik.
Di sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang tidak merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini sumber konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing. Konflik dapat melumpuhkan tim kerja jika tidak segera ditangani.
k. Saling percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit bagi tim untuk bekerja bersama.
Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga jarak, tidak siap berbagi informasi, tidak terbuka dan saling curiga.. Situasi ini tidak baik bagi tim. Sumber saling ketidakpercayaan di sekolah biasanya berawal dari kebijakan yang tidak transparan atau konsensus yang dilanggar oleh pihak-pihak tertentu dan kepala sekolah tidak bertindak apapun. Membiarkan situasi yang saling tidak percaya antar-anggota tim dapat memicu konflik.
l. Saling memberi penghargaan.
Faktor nomor satu yang memotivasi guru dan staf adalah perasaan bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan danm prestasi organisasi. Setelah sebuah pekerjaan besar selesai atau ketika pekerjaan yang sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota tim untuk merayakannya, yang dapat dilakukan sesering mungkin setiap akhir kegiatan semester, akhir ujian nasional, dan lain-lain.
m. Evaluasilah tim secara teratur.
Tim yang efektif akan menyediakan waktu untuk melihat proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota diminta berpendapat tentang kinerja, evaluasi kembali tujuan, dan konstitusi tim.
n. Jangan menyerah.
Terkadang tim menghadapi tugas yang sangat sulit dengan kemungkinan untuk berhasil sangat kecil.
Tujuan merupakan sumber energi tim. Setelah itu bangkitkan kreativitas tim yaitu dengan cara menggunakan kerangka fikir dan pendekatan baru terhadap masalah. Dari empat belas langkah di atas, dapat dirangkum dalam peta konsep Langkah Pembinaan Kerjasama Tim seperti gambar berikut:
g. Selalulah bermitra, caranya dengan membuka pintu gagasan orang lain.
Tim seharusnya menciptakan lingkunganyang terbuka dengan gagasan setiap anggota. Misalnya sekolah sedang menghadapi masalah keamanan dan ketertiban, sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama sehingga kerjasama tim dapat berfungsi dengan baik.
h. Wujudkan gagasan menjadi kenyataan.
Caranya dengan menggali atau memacu kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di sekolah banyak sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk diwujudkan agar tim bersemangat untuk meraih tujuan. Dalam menggali gagasan perlu mencari kesamaan pandangan.
i. Aturlah perbedaan secara aktif.
Perbedaan pandangan atau bahkan konflik adalah hal yang biasa terjadi di sebuah lembaga atau organisasi. Organisasi yang baik dapat memanfaatkan perbedaan dan mengarahkannya sebagai kekuatan untuk memecahkan masalah. Cara yang paling baik adalah mengadaptasi perbedaan menjadi bagian konsensus yang produktif.
j. Perangi virus konflik, dan jangan sekali-kali ”memproduksi” konflik.
Di sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang tidak merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini sumber konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing. Konflik dapat melumpuhkan tim kerja jika tidak segera ditangani.
k. Saling percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit bagi tim untuk bekerja bersama.
Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga jarak, tidak siap berbagi informasi, tidak terbuka dan saling curiga.. Situasi ini tidak baik bagi tim. Sumber saling ketidakpercayaan di sekolah biasanya berawal dari kebijakan yang tidak transparan atau konsensus yang dilanggar oleh pihak-pihak tertentu dan kepala sekolah tidak bertindak apapun. Membiarkan situasi yang saling tidak percaya antar-anggota tim dapat memicu konflik.
l. Saling memberi penghargaan.
Faktor nomor satu yang memotivasi guru dan staf adalah perasaan bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan danm prestasi organisasi. Setelah sebuah pekerjaan besar selesai atau ketika pekerjaan yang sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota tim untuk merayakannya, yang dapat dilakukan sesering mungkin setiap akhir kegiatan semester, akhir ujian nasional, dan lain-lain.
m. Evaluasilah tim secara teratur.
Tim yang efektif akan menyediakan waktu untuk melihat proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota diminta berpendapat tentang kinerja, evaluasi kembali tujuan, dan konstitusi tim.
n. Jangan menyerah.
Terkadang tim menghadapi tugas yang sangat sulit dengan kemungkinan untuk berhasil sangat kecil.
Tujuan merupakan sumber energi tim. Setelah itu bangkitkan kreativitas tim yaitu dengan cara menggunakan kerangka fikir dan pendekatan baru terhadap masalah. Dari empat belas langkah di atas, dapat dirangkum dalam peta konsep Langkah Pembinaan Kerjasama Tim seperti gambar berikut:
4. Membangun Pelayanan
Pelayanan
berkaitan dengan fungsi melayani kebutuhan orang akan barang dan atau jasa, sesuai dengan apa yang
dibutuhkan dan diharapkan. Dalam konteks tersebut, terdapat tiga unsur dalam
konsep pelayanan, yaitu siapa yang memberi pelayanan, siapa yang diberi
pelayanan, dan apa yang menjadi fokus kebutuhan pelayanan. Pengawas sekolah merupakan pemimpin bagi
lingkungan sekolah yang berbeda-beda. Ada kalanya pengawas sekolah dalam
bekerja menunjukkan perilaku kurang senyum, sering marah, bahkan otoriter, yang
sebenarnya telah merugikan dirinya sendiri dan lembaga. Dampaknya tentu saja
akan merasa sulit untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap orang lain.
Pengawas tersebut belum mampu memberikan jaminan kepastian mutu (quality
assurance) melalui pelayanan jasa terhadap pelanggan lembaganya, apalagi turut
serta membentuk brand image yang impresif.
Sikap dan perilaku menerima yang positif sebaiknya selalu dikembangkan,
misalnya bersedia untuk menerima kekurangan, kesalahan dankekalahan atau
kritikan terhadap diri dengan ihklas, selalu meminta dan menerima saran pada
berbagai kesempatan. Dengan demikian akan dapat selalu memperbaiki kekurangan
diri dan mampu meningkatkan etos kerja pelayanansecara
berkelanjutan. Pribadi yang sedemikian itulah yang menunjukkan kekayaan lahir
batin dengan indah.
Kedudukan
pengawas dalam memberikan koordinasi pelayanan dalam penjaminan mutu di sekolah
dapat digambarkan sebagai berikut.
Pelayanan berkaitan dengan kompetensi diri seorang pelayan.
Sebagai pelayan
kebutuhan dan kepentingan sekolah, seorang pengawas sekolah perlu membangun
etika (ethics) diri sebagai garda terdepan dalam menjalankan tugasnya. Membangun etika
pelayanan adalah dengan menjunjung ketika profesi
secara konsisten, dan menekankan nilai dan moral (value) sebagai
prioritas. Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang
berarti watak atau adat dan sering diidentikkan dengan moral. Kriteria pengawas
yang beretika dapat dilihat dari aspek
pribadi dan hubungan sosial. Aspek pribadi meliputi kemampuan memiliki; harga
diri, disiplin, tanggung jawab, etos kerja, berjiwa besar, dan tahan uji. Aspek
hubungan sosial meliputi; toleransi, tenggang rasa, simpati, empati, adil, dan kepekaan terhadap
lingkungannya. Pengawas merupakan figur yang harus menunjukkan jalan menuju
jalinan kemitraan yang unggul. Guna
mewujudkan tugas dan fungsinya tersebut maka pengawas harus aktif secara
individual maupun kelompok dalam berbagai komunitas, baik profesional maupun
akademik sehingga dapat memiliki pengalaman dan wawasan yang bermanfaat dalam
menjalankan tugas kepengawasannya. Etika pelayanan yang dimiliki oleh pengawas
sangat menentukan keberhasilan layanan yang diberikan.
Komunikasi dapat
dipahami sebagai penyampaian pesan, informasi atau pemikiran ide-ide dari satu
orang atau lebih kepada orang lain atau kelompok orang dengan menggunakan
lambang yang sama. Proses komunikasi yang berjalan yakni komunikator
menyampaikan pesan (message) melaui jalur tertentu (medium), kemudian ditangkap
oleh penerima (receiver) dan bila memungkinkan menjadi umpan balik (feedback)
kepada komunikator. Kegagalan komunikasi dapat terjadi karena kemacetan atau
kegagalan komunikasi antar pribadi, antar pribadi dalam kelompok, atau antar
kelompok dalam organisasi. Pengawas diharapkan dapat menjalin kerjasama yang harmonis dan egaliter,
sehingga pengawas dapat menempatkan diri sebagai mitra sekolah dalam mencapai
kemajuan. Sedangkan Team building adalah upaya yang dibuat secara sistematis
untuk mengembangkan kerja kelompok dalam usaha mewujudkan visi dan misi organisasi. Team building dapat memberikan
manfaat bagi organisasi, pimpinan tim/ kelompok, individu anggota tim/
kelompok, dan
pelaksana kerja
tim/ kelompok. Tiga unsur penting dalam konsep pelayanan yaitu siapa yang
memberi pelayanan, siapa yang diberi pelayanan, dan apa yang menjadi fokus
kebutuhan pelayanan. Pengawas sekolah sebagai pelayan kebutuhan dan kepentingan
sekolah perlu membangun etika (ethics) diri sebagai garda terdepan dalam
menjalankan tugasnya.
Dari semua tulisan ini apakah sudah dapat mengimplementasikan ke dalam
kehidupan sehari-hari? Sudahkah dapat diterapkan langkah-langkah
melakukan komunikasi yang efektif,
mengembangkan kemitraan, dan melakukan pelayanan serta membentuk tim kerja yang
baik? Jika dianggap yulisan ini sulit untuk
diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari, dapat didiskusikan materi tersebut dengan nara sumber
yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Barnard, Chester
I. 1968. The Function of an Executive.
Cambridge Massachusett: Harvard University Press.
De Vito, Joseph A. 1976. The interpersonal Communication Book. New York: Harper & Rew, Publishers.
Maginn, M. 2004. Making Teams Work: 24 Poin
Penting Seputar Kesuksesan dalam Bermitra. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Thoha. 1990. Perilaku Organisasi Konsep Dasar
dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali.
Stewart, A. 1998. Empowering People.
Yogyakarta: Kanisius. Bahan Bacaan yang Disarankan
0 komentar:
Posting Komentar