SEKOLAH DEMOKRATIS
MENGAPA REFORMASI DALAM PENDIDIKAN ?
Memasuki abad ke-21, isu tentang perbaikan sektor
pendidikan di Indonesia mencuat ke permukaan, tidak hanya dalam jalur
pendidikan umum, tapi semua jalur dan jenjang pendidiikan, bahkan upaya
advokasi untuk jalur pendidikan yang dikelola oleh beberapa departemen teknis,
dengan tuntutan social equity sangat kuat yang tidak hanya disuarakan oleh
Departemen terkait sebagai otoritas pengelola jalur pendidikan tersebut, tapi
juga oleh para praktisi dan mengambil kebijakan dalam pembangunan sektor
pembinaan sumber daya manusia, karena semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan
merupakan unsur-unsur yang memberikan kontribusi terhadap rata-rata hasil
pendidikan secara nasional. Dengan demikian, kelemahan proses dan hasil
pendidikan dari sebuah jalur pendidikan akan mempengaruhi indeks keberhasilan
pendidikan secara keseluruhan.
Bersamaan dengan itu, di awal abad ke-21 ini, prestasi
pendidikan di Indonesia tertinggal jauh di bawah negara-negara Asia lainnya,
seperti Singapura, Jepang, dan Malaysia. Bahkan jika dilihat dari indeks sumber
daya manusia, yang salah satu indikatornya adalah sector pendidikan, posisi
Indonesia kian menurun dari tahun ke tahun. Padahal Indonesia kini sudah
menjadi bagian dari masyarakat dunia yang sudah tidak bisa dihindari. Indonesia
kini menjadi bagian dari kompetisi masyarakat dunia. Jika tidak bisa menjadi
pemenang, maka akan menjadi yang kalah serta tertinggal dari masyarakat
lainnya, khususnya dalam meraih pasar dan peluang kesempatan kerja yang tidak
dibatasi oleh garis wilayah kenegaraan, tapi bergerak kian meluas, dan kini
dimulai dari wilayah Asia Tenggara yang akan terus bergerak menjadi wilayah
dunia. Oleh sebab itu, penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas,
kompetitif serta memiliki berbagai keunggulan komparatif menjadi sebuah
keharusan yang mesti menjadi perhatian dalam sektor pendidikan.
Terkait dengan persoalan serta pandangan di atas, ada
beberapa pemikiran tentang pengembangan
konteks pendidikan ke depan dalam memasuki abad ke-21
yang membawa berbagai problematika
ekonomi, sosial dan politik sebagaimana telah
dikemukakan di atas. Pemikiran-pemikiran tersebut adalah, sebagai berikut:
1. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi membuat bahan-bahan ajar yang
harus disampaikan dalam proses pendidikan menjadi
sangat banyak, dan bisa dikhawatirkan akan
membuat stagnasi pengembangan ilmu dan peradaban,
khususnya pada level pendidikan tinggi. Oleh sebab itu, struktur program
pendidikan tinggi harus mampu memberikan jaminan pemberian reward dan insentif
yang memadai untuk pengembangan ilmu dan teknologi pada level pendidikan tinggi
tersebut, sehingga temuan-temuan baru dalam bidang sains dan teknologi terus
bertambah, dan peradaban terus meningkat.
2. Perkembangan
teknologi akan terjadi terus-menerus dan bisa terjadi dalam percepatan yang
tingi di berbagai negara yang berbeda-beda, dan akan mempengaruhi perkembangan
ekonomi melalui
industri dan jasa. Oleh sebab itu, pendidikan harus
mampu menjembatani antara sektor kerja dengan kemajuan ilmu dan teknologi
tersebut, melalui updating skill dan keterampilan serta berbagai temuan baru
yang harus dikuasai oleh pekerja yang terkait dengan kemajuan ilmu dan
teknologi.
3. Perubahan
demografis akan terjadi di mana-mana dan akan membawa implikasi pada distribusi
penduduk berdasarkan usia. Di negara-negara tertinggal
akan memiliki indeks kelahiran yang tinggi.
Dengan demikian, angka usia sekolah dasar juga tinggi,
dan akan terus meminta perhatian untuk
memperoleh prioritas. Sementara di negara-negara maju,
angka kelahiran cenderung menurun.
Dengan demikian, pada decade-dekade awal di abad ke-21
ini, negara-negara maju akan kekurangan
usia angkatan kerja, sementara angka pension konstan
atau mungkin meningkat, dan membutuhkan
jaminan social dan kesehatan. Dengan demikian,
negara-negara maju akan terus meningkatkan
pendapatan negaranya melalui sector pajak dari sektor
usaha jasa agar tetap bisa memberi jaminan
bagi mereka yang pension, namun pada saat yang sama,
negara maju akan sangat bergantung pada
negara berkembang atau negara tertinggal, untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Oleh sebab itu,
negara-negara berkembang harus merancang outcome
pendidikannya agar bisa memasuki pasar
global untuk angkatan tenaga kerja, mereka harus
memiliki skill dan keterampilan, menguasai bahasa komunikasi global, dan
memahami kultur negara-negara yang akan dikunjunginya.
4.
Negara-negara terus akan menjadi saling ketergantungan satu dengan
lainnya, yang tidak saja dalam sector
ekonomi dengan dibukanya pasar uang di setiap negara, tapi juga sector politik
dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pendidikan harus mampu
membuka cakrawala global tersebut, dan mampu mengarahkan sikap-sikap multikulturalisme,
yang harus mereka miliki ketika akan memasuki pasar tenaga kerja di dalam
maupun di luar negeri.
5. Kemajuan
ilmu dan teknologi yang mendorong kemajuan sector ekonomi dengan keterbukaan
pasar
secara global, akan membawa implikasi terbentuknya masyarakat
dunia baru. Pendidikan harus
mampu mendesain masyarakat tersebut sebagai masyarakat
humanis, cinta lingkungan, memelihara
kestabilan ekosostem, antidrug, dan senantiasa hidup
sehat.
Pandangan dan analisis di atas setidaknya
merefleksikan beberapa faktor penting yang mendasari
pentingnya reformasi pendidikan, yaitu:
1. Kegagalan
pendidikan yang telah dilalui beberapa tahun silam dengan indicator rendahnya
kualitas rata-rata hasil belajar siswa yang akan memasuki jenjang perguruan
tinggi.
2. Perkembangan
perekonomian dunia yang membuka akses pasar global, yang harus dihadapi dengan kesiapan
kualitas SDM kompetitif.
Di samping, itu ada beberapa analisis rational mengapa
reformasi pendidikan itu mutlak dilakukan dalam menghadapi era globalisasi di
abad ke-21, dengan mengadaptasi terhadap argument-argumen William J.
Mathis dari Vermont University (Mathis, 1994): 12-19),
yaitu:
1. Perubahan
pola pikir masyarakat akibat demokratisasi yang terus berpenetrasi pada seluruh
aspek
kehidupan, sehingga sekolah harus mampu memberikan
layanan kepada masyarakat konstituennya
secara fair, karena mereka adalah stakeholder-nya, dan
sekaligus client dari sekolah tersebut.
Masyarakat adalah kontributor terhadap sekolah (tidak
terkecuali sekolah negeri, karena budgeting
sekolah negeri dari anggaran pemerintah, yang juga
adalah uang dari rakyat), dan mereka memiliki
hak untuk dilayani.
2. Perubahan
dunia yang sangat cepat, dan para siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi
berbagai perubahan tersebut, tidak hanya dalam aspek kemampuan komunikasi, tapi
juga kecakapan dan kemampuan penyesuaian diri
dengan perubahan-perubahan tersebut. Tantangan ke depan adalah keragaman
permintaan pasar, dan sekolah harus mampu mempersiapkan orang-orang yang akan mengisi
kebutuhan tersebut. Sumber daya manusia yang diserap sekolah juga membawa
keragaman tersebut. Dengan demikian tidak fair kalau semua siswa harus memiliki
hanya satu keterampilan yang sama, dan jika terjadi, itu merupakan tragedy
dalam masyarakat demokratis, karena masyarakat demokratis menghargai keragaman.
3. Kemajuan
teknologi dalam semua sektor industri dan pelayanan jasa akan kian menggeser
posisi
manusia. Kecanggihan alat-alat teknologi semakin
mengefisiensikan proses industri dan layanan jasa.
Dengan demikian, pendidikan harus mempersiapkan SDM
agar tidak tergeser oleh alat-alat modern
itu, tapi justru menjadi bagian dari kemajuan-kemajuan
tersebut.
4. Penurunan
standar hidup, yakni bahwa pada generasi sebelum mereka, cadangan natural
resource sangat kuat, dan seluruh umat manusia terpenuhi berbagai kebutuhan
hidupnya oleh cadangan alam semesta. Pada generasi mereka, cadangan tersebut
akan semakin menipis dan akan semakin habis. Dengan demikian akan terjadi
penurunan standar hidup dan mereka harus diberitahu tentang kemungkinan-kemungkinan
tersebut, yang bisa diatasi dengan penemuan-penemuan teknologi baru, serta
dengan adanya kerjasama global antar satu bangsa dengan lainnya. Inilah intinya
kehidupan demokratis dengan penguatan jaringan antar bangsa.
5. Perkembangan
ekonomi akan semakin mengglobal, berbagai perusahaan yang berkantor pusat di
Amerika atau jepang misalnya, memiliki kantor-kantor
perwakilan di berbagai negara melalui
kerjasama investasi bersama pengusaha lokalnya
masing-masing. Ini adalah trend perkembangan
ekonomi global ke depan, yang harus diketahui oleh
para siswa sebagai sebuah kenyataan yang tidak
mungkin dihindari.
6. Peranan wanita semakin kuat, posisi wanita
tidak lagi marginal. Mereka memiliki hak dan peluang yang sama dalam karir dan
pekerjaan dengan pria. Tidak ada diskriminasi pekerjaan atas dasar gender.
7. Pemahaman
doktrin keagamaan kian terbuka dan inklusif. Agama tidak menjadi penghalang
kemajuan, tapi justru mendorong perubahan-perubahan
untuk perbaikan.
8. Peran media
massa yang terus menguat, baik dalam mensosialisasikan berbagai perubahan
social,
mengkritik berbagai kebijakan maupun sebagai media
untuk memperoleh berbagai hiburan
alternative atau sumber informasi tambahan, melalui
berbagai program televise, yang semuanya bisa
menjadi kontributor pendidikan yang positif, dan bisa
juga menjadi kendala yang negative bagi
program-program pendidikan.
Pengembangan sekolah menuju model sekolah demokratis
ini relevan untuk dilakukan karena berbagai argumentasi, yang secara garis
besar dapat dikategorisasi menjadi dua, yaitu tipologi sekolah abad ke-21, dan
model pembelajaran yang sesuai. Dalam konteks pertama, Lyn Haas (haas, 1994)
menjelaskan, bahwa sekolah-sekolah sekarang harus dapat memenuhi beberapa
kualifikasi ideal, yaitu:
1. Pendidikan
untuk semua; yakni semua siswa harus memperoleh perlakuan yang sama, memperoleh
pelajaran sehingga memperoleh peluang untuk mencapai kompetensi keilmuan sesuai
batas-batas kurikuler, serta memiliki basis skill dan keterampilan yang sesuai
dengan minat mereka, serta sesuai pula dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Paradigma yang memisahkan pendidikan akademik sebagai calon untuk memasuki
pasar tenaga kerja, sudah tidak relevan lagi, karena perubahan yang menuntut
masyarakat untuk menjadi bagian dari kontribusi untuk kemajuan.
2. Memberikan
skill dan keterampilan yang sesuai dengan kemajuan teknologi terkini, karena
pasar
menuntut setiap tenaga kerjanya memiliki keterampilan
penggunaan alat-alat teknologi termodern,
kemampuan komunikasi global, matematika, serta
kemampuan akses pada pengetahuan.
3. Penekanan
pada kerjasama, yakni menekankan pada pengalaman para siswa dalam melakukan
kerjasama dengan yang lain, melalui
penugasan-penugasan kelompok dalam proses pembelajaran,
sehingga mereka memiliki pengalaman mengembangkan
kerjasama, karena trend pasar ke depan
adalah pengembangan kerjasama, baik antara perusahaan,
atau antara perusahaan dengan masyarakat dan yang lainnya, sehingga pengalaman
mereka belajar akan sangat bermanfaat dalam artikulasi diri di lapangan profesi
mereka.
4. Pengembangan
kecerdasan ganda; yakni bahwa para siswa harus diberi kesempatan untuk
mengembangkan multiple intelligence mereka, dengan
memberi peluang untuk mengembangkan skill dan keterampilan yang beragam,
sehingga mudah melakukan penyesuaian di pasar tenaga kerja.
5. Integrasi
program pendidikan dengan kegiatan pengabdian pada masyarakat, agar mereka
memiliki kepekaan social. Persoalan besar dalam UU No. 22 tahun 1999 adalah
perubahan radikal dalam otoritas pengembangan pendidikan yang semula berada
dalam kekuasaan pemerintah pusat melalui Depdiknasnya, kini terdelegasikan pada
pemerintah daerah. Dan kini perubahan radikla tersebut memperoleh penguatan dengan
diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), yang menegaskan dalam pasal 4 ayat 1 bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural,
dan kemajemukan bangsa. Poin penting dalam ayat ini adalah penegasan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis, artinya, bahwa keterlibatan
masyarakat dan otoritas pengelola serta institusi-institusi pendukungnya akan
lebih besar daripada pemerintah pusat.
Bersamaan dengan itu pula dalam pasal 9 dinyatakan
bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan evaluasi program pendidikan. Keikutsertaan masyarakat dapat diwujudkan
dalam bentuk keterlibatan mereka dalam komite sekolah atau dewan pendidikan daerah.
Komite sekolah berhak ikut serta dalam merumuskan perencanaan pendidikan, tidak
saja dalam perencanaan makro tapi sampai pada kebijakan restrukturisasi
kurikulum, walaupun dalam batas-batas gagasan besar dan tidak harus memasuki
wilayah teknis, karena itu sudah menjadi otoritas guru dan kepala sekolahnya.
Demikian pula dengan evaluasi keberhasilan sekolah. Menurut pasal 9 di atas, masyarakat
berhak untuk melakukan evaluasi terhadap sekolah, tidak saja dalam kerangka
program pendidikan secara makro, tapi pada wilayah mikro, kebijakan
pengembangan sekolah dalam semua aspeknya.
Kemudian pemerintah daerah juga diberi kewenangan oleh
undang-undang sebagaimana dicantumkan dalam pasal 10 dinyatakan bahwa
pemerintah dan pemerintah daerah berhak men garahkan, membimbing, membantu dan
mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sedangkan pada pasal 11 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Kemudian pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
dengan lima belas tahun.
0 komentar:
Posting Komentar