Bergulirnya UU No. 22 tahun 1999 membawa perubahan
banyak pada kebijakan berbagai sector
pembangunan, dan salah satunya adalah sector penddikan
yang menjadi bagian dari sector-sektor yangdiotonomisasikan pada daerah. Kajian dan pembahasan
tentang otonomisasi sector pendidikan
kemudian memunculkan sebuah paradigma baru, karena
jika pengalihan otoritas pemerintah pusat padadaerah, maka pemerintah daerah akan menjadi serta
kinerja para pelaksanaan dan pengelola pendidikandi tingkat sekolah. Oleh sebab itu, kebijakan yang
cukup cerdas dan kini telah bergulir di daerah-daerahdalam rangka implementasi otonomi dalam pengelolaan
pendidikan adalah, menugaskan pemerintahdaerah untuk memfasilitasi program perluasan serta
pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan,sementara berbagai kebijakan akademisnya, baik dimensi
pengembangan kurikulum maupun pengelolaanberbagai aspek operasional pendidikan, menjadi tugas
dari setiap unit sekolah. Dengan demikian,otonomi pendidikan, pada aspek-aspek akademik,
inisiasi pengembangan networking horizontal, sertapeningkatan kinerja tenaga kependidikan dan layanan
administrasi pendidikan, berada pada tingkatsekolah yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.
1. Apa itu
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kalau Doll mendefinisikan bahwa kurikulum itu adalah
seluruh pengalaman yang ditawarkan pada
peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah,
lalu apakah KBK juga mempunyai definisi
yang sama, karena intinya juga kurikulum, hanya
aksentualisasinya saja yang berbeda. Siskandar
kepala pusat kurikulum Depdiknas mengemukakan, bahwa
kurikulum berbasis kompetensi tiada lain
adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari
kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa
setelah menyelesaikan pendidikan, yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, nilai dan pola berpikir
serta bertindak sebagai refleksi dari pemahaman dan
penghayatan dari apa yang telah dipelajari siswa.
Demikian pula dengan Abdurrahman Saleh, dia menyatakan
bahwa kurikulum berbasis kompetensi
adalah perangkat standar program pendidikan yang dapat
mengantarkan siswa untuk menjadi
kompeten dalam berbagai bidang kehidupan yang
dipelajarinya.
Bertitik tolak dari pandangan tersebut, maka pembahasan
KBK terbatas pada pertimbangan
penyusunan struktur kurikulum serta silabus dari
setiap subjek mata pelajaran, termasuk berbagai
kegiatan pembelajaran yang merupakan implikasi dari
penekanan KBK tersebut. Dengan demikian,
kompetensi merupakan pusat perhatian dalam perancangan
kurikulum, berbagai kebijakan pusat
perhatian dalam perancangan berbagai aktivitas belajar
lainnya, mengikuti arah dan tujuan dari
pembinaan kompetensi-kompetensi yang diharapkan.
Lalu apa sebenarnya kompetensi itu. Siskandar
mengemukakan, bahwa kompetensi itu adalah
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Demikian pula dengan rumusan yang dikemukakan dalam
buku standar kurikulum nasional
pendidikan keagamaan, bahwa kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dan kebiasaan-kebiasaan itu harus mampu
dilaksanakan secara konsisten dan terus-menerus, serta
mampu untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian dengan berbagai perubahan yang terjadi
dalam kehidupan,baik profesi, keahlian,
maupun lainnya.Kemudian, perumusan kompetensi dalam kurikulum juga
harus memenuhi beberapa aspek penting,yaitu:
a. Kompetensi
tersebut harus dapat didefinisikan secara jelas dalam standar yang dapat
dicapai serta
performance yang terukur.
b. Kompetensi
itu harus memiliki konteks, apakah konteks profesionalisme yang memerlukan
keahlian-keahlian tertentu, keterampilan yang
digunakan dalam lapangan pekerjaan, kompetensi
komunikasi global, atau kompetensi akademik untuk
studi lanjut.
c. Kompetensi
merupakan learning outcome yang mendeskripsikan apa yang dapat dibuat
seseorang setelah melalui proses pembelajaran.
d. Terkait
dengan itu, maka kompetensi juga harus mendeskripsikan proses pembelajaran yang
harus dilalui siswa untuk mencapai kompetensi harapan.
2. Mengapa
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Setiap kurikulum disusun dengan end-product berbagai
kompetensi, termasuk kurikulum 1994, dan
kurikulum-kurikulum sebelumnya, hanya saja pada
kurikulum-kurikulum tersebut rumusan
kompetensi diformat dalam bentuk rumusan tujuan, yang
disusun secara hierarkis dari tujuan
nasional, institusional, tujuan kurikuler, tujuan
pembelajaran umum dan khusus. Kompetensi terlihat
dalam rumusan tujuan pembelajaran khusus yang akan
terakumulasi menjadi tujuan pembelajaran
umum, dan seterusnya sampai tujuan nasional. Rangkaian
isi tujuan pada masing-masing tahap itu
berisi berbagai rumusan kompetensi yang diharapkan
sebagai hasil pembelajaran.
Kendati demikian, ada beberapa perbedaan distingtif
antara kurikulum 94 dengan kurikulum berbasis
kompetensi, yaitu:
a. Kurikulum 94
disusun oleh pemerintah pusat melalui departemen pendidikan nasional (dulu
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), dan daerah
hanya diberi kewenangan menyusun
kurikulum muatan local maksimal 20%. Sedangkan dalam
KBK, pemerintah hanya menyusun
kompetensi standar, sementara elaborasi sylabus-nya
diserahkan pada daerah, yang selanjutnya
diserahkan pada sekolah dengan para gurunya. Dan pada
KBK, sekolah dengan para gurunya
juga memiliki otoritas, tidak hanya menyusun sekwensi
kurikulum tersebut yang lebih sistematis
dan sistematik, namun mereka juga memiliki otoritas
untuk memberikan penguatan-penguatan
content of learning, baik atas dasar pertimbangan
penguasaan siswa, maupun dalam upaya
mengejar benchmark sekolahnya.
b.
Kurikulum 94 pendekatan
pembelajaran dan pengembangan kurikulum berbasis tujuan dan
content, sedangkan pada KBK pengembangan kurikulum
berbasis pada pengembangan
kompetensi.
Aspek-aspek lain yang juga menjadi cirri KBK
dibandingkan dengan kurikulum 94 adalah:
a. Sebagai
konsekuensi perumusan kurikulum oleh pemerintah pusat, maka guru harus mampu
memahami strukturnya dengan baik, serta merancang
penyampaiannya pada siswa. Untuk itu
semua, guru harus melakukan Analisis Materi Pelajaran
(AMP) untuk melakukan penyesuaian
metode, alat dan waktu yang diperlukan untuk melakukan
proses pembelajaran, serta diikuti
dengan penyusunan Program Satuan Pelajaran (PSP) dan
Rencana Pembelajaran (RP).
Sedangkan dalam kurikulum berbasis kompetensi, guru
harus merancang silabus yang relevan
dengan kompetensi yang diharapkan, serta menetapkan
strategi pembelajaran dan penugasan-
penugasan pada siswa.
b. Dalam proses
pembelajaran, kurikulum 94 juga pada hakikatnya menuntut siswa lebih aktif
untuk
melakukan proses pembelajaran dan menjadikan sekolah
sebagai center for learning bukan center
for teaching. Akan tetapi, implementasi active learning
yang semata bertumpu pada lembar kerja
siswa (LKS), proses pembelajaran menjadi sangat
monoton dan kurang menyenangkan, serta
kurang memberi ruang bagi siswa untuk
mengartikulasikan diri sehingga memperoleh pengakuan
lingkungannya. Oleh sebab itu, KBK active learning
akan menjadi aksentuasi dengan perluasan
pada model cooperative dan collaborative learning yang
perancangan strategi serta sistem
penilaiannya dibicarakan dengan siswa yang dituangkan
dalam bentuk kontrak belajar, sehingga
proses pembelajaran berjalan secara demokratis, dan
menjangkau seluruh ranah yang diharapkan
dalam proses pembelajaran.
c. Demikian
pula dengan penilaian; pada periode keberlakuan kurikulum 94, penilaian lebih
menekankan aspek kognitif dengan akumulasi antara nilai
formatif, sumatif, sub-sumatif, serta
prosedur tes lainnya. Sementara pada kurikulum
berbasis kompetensi penilaian harus dilakukan
secara variatif dan holistic tergantung kompetensi
yang harus dicapainya. Untuk kompetensi
kognitif penilaian kognitif dengan menggunakan
instrument tes, sedangkan kompetensi afektif
harus diukur dengan instrument pengukuran sikap yang
di asses dengan instrument non-tes,
sementara adaptasi pengetahuan pada kebiasaan dinilai
dengan instrument-instrumen observasi,
portofolio, serta model penilaian lainnya.
Gambar 4
Struktur Kompetensi Dalam KBK
Gambar 5
Pola Hubungan
Kerja Unsur-Unsur Pendukung Kurikulum
Berbasis Kompetensi
Antara Satu Dengan Lainnya
Sedangkan penilaian berbasis kelas adalah penilaian
yang dilakukan guru terhadap kemajuan siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan dan telah
ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian tersebut perlu dilakukan untuk memastikan bahwa siswa telah mengalami
banyak perubahan sebagai hasil dari proses pembelajarannya. Penilaian dilakukan secara individual
dengan signifikansi sebagai berikut:
1. Untuk
mendiagnosis kekuatan dan kelemahan dari masing-masing siswa.
2. Untuk
memonitor kemajuan siswa.
3. Menilai
efektivitas proses pembelajaran.
4. Menilai
efektivitas proses pembelajaran.
Gambar 6
Rangkaian
Kegiatan Menuju Pola Belajar Tuntas Dikutif
d. Berbagai Pendekatan Dalam Penyusunan KBK
1. Relevansi
2. Kontinuitas
3. Fleksibel
Sementara itu, untuk pengembangan kurikulum ini, dalam
prinsip KBK dikemukakan dalam buku kebijakan pengembangan kurikulum madrasah,
bahwa pengembangan kurikulum itu harus dilakukan secara komprehensif dengan
memperhatikan berbagai pendekatan sebagai berikut (Mapenda, 2003).
1. Sistematis
dan sistemik
2. Kemitraan
3. Pengembangan
4. Relevansi
5. Validasi.
5. Prosedur
Pengembangan KBK di Tingkat Sekolah
1) Kompetensi
Kognitif
a. Knowledge
b. Comprehension
c. Application
d. Analysis
e. Synthesis
f. Evaluation
2) Kompetensi
Afektif
a. Receiving
b. Responding
c. Valuing
d.
Organiazation
e.
Characterization
3) Kompetensi
Psikomotorik
a. Observing
b. Imitating
c. Practicing
d. Adapting
Kewenangan Masing-Masing Unit Adaptasi Dari Wiles
Gambar 8
Aspek-Aspek Yang Harus Dianalisis Dalam Pengembangan
Kurikulum Adaptasi Dari Westmeyer
0 komentar:
Posting Komentar